Selasa, 05 Mei 2009

Koalisi Demi Kepentingan Rakyat

Isu koalisi ramai dibicarakan menjelang pemilu presiden 8 Juli mendatang. Para pemimpin partai politik menjalin komunikasi politik untuk membentuk koalisi.
Meski pimpinan parpol mencoba meyakinkan masyarakat bahwa koalisi dibangun untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, namun lebih tepatnya koalisi dirancang untuk meraih kekuasaan. Untuk memenuhi syarat minimal pencalonan presiden dan wakil presiden itulah koalisi dibangun.
Pascapemilu legislatif dan pecahnya koalisi Partai Demokrat-Partai Golkar, tercipta tiga kelompok. Mereka adalah kelompok pemenang pemilu Partai Demokrat, kelompok PDI Perjuangan, dan kelompok Partai Golkar. Ketiga kelompok tersebut berkomunikasi dengan partai lain guna membangun apa yang mereka sebut sebagai koalisi.
Dari pemberitaan media tampak bahwa ternyata memang tidak mudah untuk menemukan sosok calon wakil presiden. Semua pemimpin parpol ingin menjadi calon presiden dengan dalih itu adalah amanat partai, tanpa mempertimbangkan suara rakyat dalam pemilu legislatif.
Partai Demokrat mengusung Susilo Bambang Yudhoyono, PDI-P mengusung Megawati Soekarnoputri, Golkar mengangkat Jusuf Kalla, Gerindra mencalonkan Prabowo Subianto, dan Partai Hanura menjagokan Wiranto. Dari semua calon itu belum ada yang secara resmi menunjuk siapa calon wapres mereka.
Koalisi untuk kekuasaan itu juga tampak dari pernyataan sejumlah elite politik yang plin-plan dan terkesan hanya mementingkan pada kekuasaan. Sejarah lima tahun lalu mengajarkan kepada kita bahwa Koalisi Pragmatis, Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan yang tercipta pada Pemilu 2004 ternyata rapuh dan akhirnya berantakan.
Melihat pengalaman sejarah itu, apakah kini bukan saatnya bagi kita membangun koalisi berdasarkan kesamaan visi dan bukan semata-mata kesamaan kepentingan atau perasaan. Dan, koalisi itu harus didekasikan untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat.

Nama : Nastiti Puspitaningtyas

NIM : 153070159

Kelas : A

Tugas : Penulisan Berita ( Tajuk Rencana )

Partai Golkar Mempertaruhkan Martabat

Dinamika politik berkembang cepat. Menjelang Rapimnas Khusus Partai Golkar yang digelar hari ini di Jakarta, Dewan Pengurus Pusat kemarin mengambil sikap untuk menghentikan proses koalisi dengan Partai Demokrat dan memberi wewenang kepada ketua umum untuk membuka koalisi dengan partai-partai lain. Yang terjadi di tubuh partai pemenang Pemilu 2004 itu bukanlah konflik atau friksi melainkan lebih kepada kegamangan untuk mengambil langkah setelah perolehan suaranya dalam Pemilu Legislatif 9 April lalu merosot tajam. Menggalang koalisi dengan Partai Demokrat sebagai pemenang lebih diinginkan tetapi rupanya belum berhasil.

Kunci masalahnya ada pada ketidaksepakatan figur calon wakil presiden. Partai Demokrat dan SBY meminta agar Partai Golkar menyodorkan beberapa nama untuk dipilih sebagai cawapres. Sementara elite Partai Golkar berusaha mengegolkan lagi duet SBY-Kalla untuk pilpres bulan Juli mendatang. Bagaimana pun rapimnas khusus hari ini yang akan mengambil keputusan. Bisa jadi partai itu akan benar-benar meninggalkan Demokrat ataukah masih ada opsi lain yang bisa menggiring kembali ke arah koalisi. Alternatif lain adalah bergabung dengan PDI-P dengan risiko juga gagal atau membangun poros baru yang akan mengusung Jusuf Kalla sebagai capres.

Sesungguhnya yang sedang dipertaruhkan sekarang adalah martabatnya sebagai sebuah partai besar yang relatif paling tua dan berpengalaman. Kecepatan bermanuver setelah mengetahui hasil pemilu legislatif merupakan langkah penting. Hanya saja kalau tidak berhati-hati justru akan membuat partai ini terpuruk dan terjebak hanya sebagai pemburu kekuasaan saja, untuk tidak mengatakan ”meminta-minta” agar tak tertinggal dari gerbong pemerintahan. Kebetulan sejak lahir hingga sekarang partai itu memang tak memiliki tradisi oposan. Pada Pilpres 2004 partai itu kalah tetapi kemudian Wapres Jusuf Kalla terpilih menjadi ketua umum.
Situasi dilematis partai kali ini membuat segala sesuatunya tidak mudah. Di satu sisi ada desakan kuat agar partai tersebut konsisten dengan pencalonan Jusuf Kalla sebagai capres seperti yang sudah dicanangkan sebelum pemilu legislatif. Apa pun risikonya termasuk kemungkinan kalah harus dihadapi secara berani dan bermartabat. Namun di sisi lain realitas politik terkait dengan perolehan suara pemilu legislatif dan relatif kecilnya elektabilitas Jusuf Kalla sebagai capres, dilihat dari berbagai hasil survei, memaksa sebagian elite untuk bersikap realistis sehingga segera mendekat ke Demokrat untuk bisa dipasangkan lagi dengan SBY.

Sayang hal itu tidaklah semulus yang dibayangkan. Kecuali perubahan sikap Partai Demokrat terkait dengan posisi wakil presiden, gejolak internal di partai berlambang beringin yang meminta ketua umumnya mempertanggungjawabkan kekalahan Golkar juga cukup kuat. Artinya partai tidak bulat mendukung Kalla maju sebagai capres maupun cawapres. Inilah yang rupanya mendorong DPP Partai Golkar untuk segera mengambil sikap agar ketika menghadapi rapimnas khusus hari ini sudah mempunyai bekal yang lebih pasti. Apa pun bentuknya, sikap tegas dan keputusan harus diambil dengan lebih mengedepankan harga diri dan martabat partai.

Banyak pengamat menyarankan agar partai itu tak terjebak pada kepentingan jangka pendek atau pragmatisme politik untuk tetap berada di kekuasaan. Memikirkan pengembangan partai dalam lima tahun ke depan agar bisa kembali meraih kemenangan atau setidaknya meningkatkan dukungan rakyat jauh lebih strategis. Memang tidak sedikit yang meragukan apakah mereka siap berada di luar pemerintahan baik sebagai kekuatan oposisi atau bersikap netral di parlemen. Semua itu tentu harus menjadi pemikiran secara internal. Yang utama kepentingan partai dan yang lebih memberi prospek baik ke depan mesti lebih diutamakan.


Nama : Adhitya Pandu Murti

NIM : 153070228

Kelas : A

Tugas : Penulisan Berita ( Tajuk Rencana )

Senin, 04 Mei 2009

Tajuk Rencana : Koalisi Permanen

Pemilu Legislatif sudah melewati tahap pencontrengan, sekarang tinggal tahap penghitungan suara. Hasil Quick Count (hitung cepat) pun sudah banyak diketahui oleh rakyat Indonesia. Sehingga berdasarkan hasil ini sudah dapat diperkirakan 9 parpol yang diperkirakan akan eksis di DPR. Namun, harus dipahami bahwa hasil perhitungan (manual) KPU-lah yang nanti akan digunakan secara resmi, formal dan legal untuk menentukan parpol pemenang Pemilu Legislatif dan sekaligus jatah atau distribusi jumlah kursi DPR yang diperoleh masing-masing Parpol.
Sementara itu, saat ini para petinggi Parpol, terutama yang mempunyai kemungkinan eksis di DPR periode 2009-2014 mulai berhitung, mulai berkomunikasi, mulai ancang-ancang melakukan tahapan Pemilu berikutnya, yaitu Pemilihan Umum Presiden RI. Pendekatan sana-sini mulai diutak-atik. Kata yang populer untuk hal ini adalah: KOALISI.

Koalisi yang dilakukan Parpol pada periode 2004-2009 itu. Tampaknya sungguh aneh. Ada parpol yang masuk dalam suatu koalisi namun tidak segan-segan menyodok parpol lain (entah di parlemen, ataupun di pemerintahan) yang sebenarnya masih dalam satu naungan koalisinya. Ada lagi dua parpol yang secara nasional berseberangan, satu memposisikan sebagai parpol oposisi dan satunya parpol pemerintah yang sedang berkuasa, namun di beberapa Pemilu (Pilkada) Gubernur/Walikota/Bupati mereka bekerja sama bahu-membahu memenangkan pasangan calon pimpinan daerah tertentu

Mestinya yang kita harapkan adanya KOALISI PERMANEN diantara parpol-parpol itu. Bagaimana itu koalisi permanen? Seharusnya jika ada beberapa parpol yang sudah berani memutuskan untuk mengikatkan diri dalam suatu koalisi,dalam periode kepemerintahan 5 tahun (misalkan 2009-2014 sebagai Koalisi parpol-parpol yang berkuasa di pemerintahan) suka ataupun tidak suka semua parpol yang masuk koalisis ini harus satu suara dengan kebijakan pemerintah, apapun kondisinya, pahit getirnya,enak tidaknya,untung ruginya,harus konsisten selama 5 tahun (koalisi) pemerintahan, jangan ada yang mangkir, jangan ada yang jahat menusuk dari belakang demi cari muka ataupun cari simpati rakyat.

Begitu pula dalam kurun waktu 5 tahun koalisi itu harus konsisten saling dukung dalam Pemilu (Pilkada) Gubernur/Walikota/Bupati, seharusnya itu yang harus dilakukan, jangan koalisi sana koalisi sini,ujung-ujungnya tidak jelas. Artinya apa? Koalisi yang dibangun di tingkat nasional harus secara otomatis dan konsisten dijalankan juga di tingkat daerah. Ini namanya Koalisi permanen.
Begitupun juga yang berlaku untuk parpol-parpol yang ingin koalisi dalam konteks oposisi, harus terus menjaga ikatan oposisinya secara permanen dan terstruktur dari pusat (nasional) sampai bawah (daerah).

Jadi,pada intinya,bangunlah koalisi permanen untuk Pemilu Presiden 2009, dengan sebenar-benarnya koalisi. Agar demokrasi di Indonesia berjalan dan berlangsung dengan indah.

Nama :Rengga Oktabiarto
No.Mahasiswa :153070211
Kelas :A
Tugas :Penulisan Berita

Selasa, 28 April 2009

Wakidi Penjual Balon Tanpa Sebuah Kaki

Terik siang matahari tak menyurutkan niat wakidi untuk menafkahi keluarganya. Peluh yang dikeluarkan tidak sebanding dengan apa yang dia terima. Dia yang hanya mengandalkan satu kakinya untuk menyusuri jalan, menjajakan dagangan balonnya demi sesuap nasi. “saya terkadang berjualan balon naik sepeda, mengandalkan satu kaki, bahkan tak jarang saya juga jalan dari pojok beteng sampai sini, siapa tahu diperjalanan ada yang membeli balon saya. Bagaimanapun caranya, saya tetap berusaha. Demi kluarga saya”.

Demikian prinsip hidup bapak Wakidi (41) yang bertempat tinggal di pandak, Bantul. Seorang penjual balon keliling yang tetap berusaha untuk menafkahi istri dan ketiga anaknya walaupun hanya mengandalkan satu kaki. Dialah yang menjadi satu-satunya tulang punggung bagi keluarganya. 20 tahun sudah dia berkeliling menyusuri jalan dari satu kampung ke kampung lain untuk berjualan balon. Pagi menjelang hingga akhirnya berganti malam Wakidi mengais rezekinya paling tidak untuk makan satu keluarga di hari itu.

Dia mengaku penghasilannya sehari tidak cukup untuk membiayai kebutuhan anak dan istrinya, terlebih lagi untuk membiayai kedua anaknya di bangku sekolah. “bagaimana mau cukup mbak, lha wong seharinya saja saya paling mentok cumin dapat 20 ribu rupiah. Itu saja paling cumin cukup buat makan satu keluarga sehari” tuturnya.

Namun meskipun begitu, Wakidi tetap berusaha membanting tulang walaupun dengan keadaan yang hanya memiliki satu kaki ini.

Setiap hari dia berkeliling dengan ditemanai tongkat kayu setianya untuk menjajakan balon. Terkadang dia berjualan di pasar Bantul, sepanjang jalan Malioboro, namun penghasilannya tak lain dan tidak bukan tetap 20 ribu. “saya lebih sering mangkal di pasar Beringharjo sini, karena terkadang balon saya laris terjual” tambahnya.

Supardi (32) penjual mainan anak-anak di pasar Beringharjo mengaku sudah lama mengenal Wakidi. “Wakidi sudah lama berjualan di sini. Terkadang saya dan dia sama-sama berjualan di sini. Dia orang yang baik, jujur dalam berusaha. Dan semangatnya itu yang terkadang saya malu dengan diri saya sendiri” ungkapnya.

Walaupun jalan hidup Wakidi yang seperti ini, namun dia mempunyai suatu cita-cita. Yaitu menginginkan kehidupan anak-anaknya lebih enak darinya. Dan dia berharap tetap dapat menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya sampai selesai agar tidak sengsara sepertinya.


Nama : Nastiti puspitaningtyas

No. Mahasiswa : 153070159
Kelas : A
Tugas : Penulisan Berita

Kemad : Sang Musisi Buta

Namanya Kemad.Ia mengarungi dunia tanpa memiliki mata terbuka.Setiap hari ia mengais rejeki dengan mengamen di salah satu sudut Malioboro.Kebutaan tak menghambat bakat musiknya yang luar biasa.Bermodalkan angklung,nada indah terlantun seiring rupiah mengalir ke dalam kaleng kecil yang ia sediakan dari setiap pejalan kaki yang menghargai bakatnya atau sekedar merasa iba.

Penampilannya sederhana bahkan bajunya terlihat kotor,namun kemampuannya bermusik jangan ditanya.Kemad mengaku bisa memainkan semua jenis lagu yang didengarnya dengan alat musik kesukaannya yaitu angklung.”Sudah bertahun-tahun saya ngamen disini”,ungkap Kemad.

Lelaki paruh baya tersebut menjajakan musik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari .Penghasilan yang didapat tidaklah pasti,kadang dapat lumayan namun tak jarang hanya dapat sedikit.Ketika ditanya jumlahnya,Kemad menolak mengungkapkan nominal penghasilan yang ia dapat.”Pokoknya ,dapatnya gag pasti”,jelas Kemad.

Setiap hari Kemad berangkat pagi –pagi dari rumahnya yang terletak di daerah Minggiran menuju tempatnya melakukan “konser” jalanan dengan menggunakan becak.Ketika sore beranjak dengan becak pula ia kembali ke rumah.

Kemad adalah seorang autodidak,kemampuan bermusiknya didapat dengan belajar sendiri.”Saya belajar musik sendiri,tidak ada yang mengajari sudah bisa sendiri”,kata Kemad.Ia menambahkan,”Saya kan seniman”.Sebagai seorang seniman,Kemad mengaku bisa memainkan semua lagu yang pernah ia dengar.”Semua lagu saya bisa mainkan”,tambah Kemad.

Sebuah gang kecil di sudut Malioboro menjadi saksi bisu bagaimana Kemad mengadakan sebuah pertunjukan seni .Dengan instrument angklung yang sederhana mencoba menari perhatian hiruk pikuk orang yang ramai berjalan.Kemad tidak pernah mengeluh mengenai keadaanya.

Menurut Amir,seorang pedagang rokok keliling yang sudah lama berjualan di Maliobor Kemad adalah seorang yang gigih berjuang.”Sejak dulu saya selalu melihatnya mengamen di sana”,ungkap Amir.”Tapi kemarin ia kayaknya enggak ngamen”,kata Amir.

Perjuangan Kemad patut diacungi jempol,kendati ia buta namun ia memilih untuk menjual kemampuan bermusiknya ketimbang sekedar mengemis memohon belas kasihan dari orang lain.


Nama : Masenda.M

No : 153070145

penjual angkringan sebelah gedung DPRD malioboro

Pak Darmono adalah seorang penjual makanan dengan angkringan, beragama Islam, lahir di Klaten pada tanggal 20 Maret 1964. Pada waktu wawancara dilakukan ini berarti Pak Darmono berusia 39 tahun. Pak Darmono sudah menikah secara resmi pada tahun 1995 dengan istri kedua yang bernama Aminah, yang lahir pada tahun 1980 dan sekarang berusia 23 tahun. Dari pernikahannya ini, Pak Darmono dikaruniai seorang anak yang baru berusia 2 tahun. Dengan demikian, anak Pak Darmono sebenarnya ada dua. Anak pertama dari istri pertama seorang laki-laki sudah lulus SMU tahun 2003 ini. Anak pertamanya berusia 18 tahun, terpaut dua tahun lebih muda dari istrinya. Pendidikan terakhir Pak Darmono sendiri adalah SLTA di Klaten dan lulus pada tahun 1984. Saat ini pak Darmono sekeluarga berdomisili di Jogoyudan Rw XX / YY Yogyakarta.

Pekerjaan pokok Pak Darmono pada saat ini adalah sebagai pedagang angkringan, sedangkan pekerjaan Bu Aminah istrinya adalah ibu rumah tangga dan membantu suami (Pak Darmono) di angkringan. Adapun waktu pekerjaan pokok (buka) Pak Darmono di angkringan ada 10 jam yaitu dari pukul 17.00 WIB s.d. pukul 03.00 WIB. Pada jam tersebut, Pak Darmono akan dibantu oleh Bu Aminah istrinya, Mas Paimin keponakannya, dan Bu De-nya, apalagi kalau pengunjung dan atau pembelinya banyak atau kalau Pak Darmono sendiri sedang ada urusan yang lain.

Pekerjaan persiapan dimulai dari pagi hari, dengan waktu yang tidak tentu, dan yang membantu menyiapkan dagangan ini adalah Bu De-nya dan Mas Paimin keponakannya. Pak Darmono sendiri baru terlibat dalam pekerjaan persiapan ini setelah pukul 11.00 WIB, karena waktu sebelum itu, tepatnya pukul 04.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB merupakan waktu istirahat bagi Pak Darmono.

Hari istirahat (tidak buka) untuk Pak Darmono sebagai pedagang angkringan tidak menentu, hanya pada hari-hari besar, seperti lebaran, dan kalau ada keperluan keluarga. Pak Darmono juga memiliki pekerjaan sampingan yaitu sebagai petani di tanah kelahirannya Klaten. Tapi pekerjaan ini dilakukannya hanya pada saat-saat tertentu; saat tenaganya diperlukan oleh keluarganya, dan atau ia ingin melakukannya.

Dalam hal persiapan, menu yang bersifat “basah” seperti nasi, sayur, dan makanan pokok lainnya disiapkan / dimasak sendiri oleh keluarganya, sedangkan untuk menu yang bersifat “kering” seperti kerupuk, roti, kue-kuean, dan kacang, merupakan titipan orang, dan ada juga yang dibeli di pasar.

Angkringan Pak Darmono unik sebab cara penyajian nasi sayurnya tidak dengan bungkusan-seperti angkringan pada umumnya tetapi dengan piring, dan nasinya akan tetap panas karena disimpan dalam termos nasi. Harganya juga berbeda yaitu Rp. 1500/piring.

Langganan tetap Pak Darmono di angkringan adalah para sopir taksi, tukang becak, karyawan kantor yang buka sore, beberapa pedagang klithikan, dan warga sekitar. Sedangkan langganan tidak tetapnya -tapi cukup banyak, yaitu para pejalan pedestrian yang lewat di sana.

Status gerobak yang dipakai oleh Pak Darmono adalah milik sendiri, dan semuanya berjumlah dua buah. Gerobak yang satunya “mangkal” di depan pasar Kranggan, dan bersifat permanen, karena diparkir di sana saat dagangannya tutup. Sedangkan gerobak Pak Darmono yang berada di jalan Mangkubumi bersifat tidak permanen karena pada saat dagangannya tutup akan di parkir di bekas kantor Departemen Tenaga Kerja yang secara fisik bangunannya sudah rusak. Walaupun begitu, orang lain (sesama pedagang), tidak akan merebut lokasi yang sudah ditempatinya, karena lokasi tersebut sudah menjadi “milik” pak Darmono menurut kesepakatan mereka, sesama pedagang.

Pak Darmono sendiri memiliki pengalaman kerja sebagai petani di Klaten sejak usianya masih kecil, karena memang kedua orang tuanya adalah petani. Bahkan sampai saat ini Pak Darmono masih menjadikannya sebagai pekerjaan sampingan, saat tenaganya dibutuhkan, dan atau saat ia ingin melakukannya. Pada saat ia pergi bertani, maka yang akan menjaga angkringan adalah Bu De-nya, juga oleh istrinya dan Mas Paimin keponakannya.

Riwayat usaha angkringan pak Darmono dimulai ketika ia diajak oleh temannya pada tahun 1980-an. Mereka lalu bersama-sama menjual makanan angkringan di Semarang; sampai pada akhirnya pada tahun 1988 usaha angkringan Pak Darmono tersebut pindah ke Yogyakarta sampai sekarang yang berada di jalan malioboro tepat nya sebelah gedung DPRD.


Nama:Pratika Vanda Kumala

Nim :153070397

wanita penjual es dawet dipinggiran malioboro

Malioboro adalah salah satu daya tarik dari kota yogyakarta,belum pas rasanya apabila kekota yogyakarta belum mengunjungi malioboro.dipinggiran malioboro banyak kita temukan pedagang-pedagang yang menjajakan dagangan mereka,seperti pedagang pakaian,tas,sandal,pedagang asongan,loper koran,penjual makanan dan minuman,serta masih banyak lagi.

Dipinggiran pelataran malioboro,seorang wanita berumur separuh baya sedang sibuk melayani pembeli,dialah sumari wanita yang berumur 37 tahun ini telah kurang lebih 14 tahun berjualan es dawet dipinggiran malioboro,dengan menggunakan sebuah gerobak yang diatasnya terdapat kendi-kendi kecil berisikan es-es dawet yang siap untuk dijual.terik sinar matahari yang panas tidak mematahkan semangat sang ibu untuk mengais rezeki.

Sumari memulai usahanya berjualan es dawet dimalioboro sejak tahun 1995,penghasilan yang didapatpun tidak menentu,''Yah,kalo lagi rame-ramenya sehari saya bisa dapat duit 80.000-100.000 gt,tapi kalau lagi sepi yah cuma dapat 35.000-50.000an gt,yah lumayanlah mbak buat makan keluarga sehari-hari"ujar sumari.

Ibu yang memiliki 3 orang anak ini berjualan es dawet untuk membantu perekonomian keluarganya,maklum suami ibu sumari hanyalah tukang becak,apabila ibu sumari hanya berpangku tangan dirumah maka kebutuhan hidup mereka tidak akan terpenuhi,sedangkan ke3 anak ibu sumarimasih bersekolah dan memerlukan biaya.

Banyak suka duka yang dialami ibu sumari selama berjualan es dawet,yaitu apabila cuaca sedang terik atau panas maka es dawet ibu sumari akan laku terjual,dan dukanya apabila sedang musim hujan,dagangan akan sepi oleh pembeli,sehingga daganganya tidak terjual habis dan akhirnya ibu sumari harus membuang dagangan esnya yang tidak laku terjual.ibu sumari berjualan es dawet dimalioboro hampir tiap hari,dia membuka daganganya sejak pukul 09.00-16.00 sore.

Harapan ibu sumari tidaklah muluk-muluk"saya jualan es dawet itu,cuma buat bantu-bantu suami supaya kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi,bayar sekolah anak-anak,dan bisa hidup layak kaya orang''ujar sumari.

Inilah salah satu contoh fenomena kehidupan pedagang-pedagang dipinggiran malioboro yang mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

LASNI ROHA MARBUN (153070074)