Senin, 01 Juni 2009

Koalisi atas Dasar Ideologi atau Demi Kursi?

Tajuk Rencana
Koalisi atas Dasar Ideologi atau Demi Kursi?
Pemilu telah usai,pemilihan presiden di depan mata.Partai-partai mulai berlomba mencari mitra koalisi.Ketentuan presiden yang diharuskan didukung minimal 20% perolehan kursi legislatif atau 25% jumlah suara meu tidak mau membuat partai-partai berkoalisi.Demokrat satu-satunya partai yang bisa mengusung calon presiden sendiri pun tetap memutuskan untuk berkoalisi dengan partai lain untuk menjalin kekuatan di parlemen.
Berkaca pada masa lalu dimana koalisi antar partai tidak solid dan hanya digunakan untuk kepentingan sesaat.Partai-partai yang memutuskan untuk berkoalisi seharusnya berdasarkan kepada pertimbangan ideologis,bukan berdasarkan hitung-hitungan kursi menteri semata.Jika dengan pertimbangan ideologis,seharusnya partai-partai bernafaskan Islam seperti PPP,PKS,PKB dan PAN bisa membentuk blok baru mengusung calon presiden.
Namun kenyataanya masing-masing partai melakukan koalisi tidak berdasarkan pada kesamaan ideologi yang mereka usung.PPP,PKS,PKB dan PAN bergabung bersama kubu nasionalis Demokrat.Dengan kata lain saat ini tidak ada partai yang benar-benar mengusung ideologi mereka sendiri,masalah ideologi semuanya dianggap cair.Partai-partai Islam jika menjelang pemilihan presiden akan mencitrakan diri sebagai partai tengah yang mampu mencangkup semua golongan.Ini sah-sah saja dilakukan,tapi sebenarnya yang membedakan satu partai dengan partai yang lain adalah ideologi yang mereka usung dan berdasarkan ideologi itulah setiap kebijakan dilaksanakan.
Partai-partai Islam sempat meminta calon wakil presiden SBY berasal dari kalangan Islamis dan sempat mengancam akan hengkang jika tetap mengusung Boediono.Namun ancaman ini hanya ancaman sesaaat,pada akhirnya partai-partai tersebit tetap menerima draf yang diajukan SBY untuk mengusung Boediono.
Penentuan jumlah mentri antar partai pengusung koalisi sering menjadi pertimbangan.Partai yang berkoalisi tentunya akan mencari keuntungan dari koalisi yang mereka jalin.Jika koalisi tersebut berhasil menang,kursi mentri akan menjadi agenda utama partai.Sekali lagi ini sah-sah saja dilakukan asalkan kursi tersebut tidak menjadi alasan utama dalam berkoalisi.
Satu hal lagi yang paling krusial adalah umur dari koalisi itu sendiri.Belum pernah ada koalisi antar partai yang berumur lama.Pada pilpres 2004,capres Golkar yang kalah dari SBY,memutuskan bergabung menjadi partai pemerintah setelah JK terpilih menjadi ketua umum.Koalisi Demokrat-Golkar sempat menguasai pemerintahan dan menjadi kekuatan besar di parlemen selama masa kerja SBY-JK.Akan tetapi setelah pemilihan legislatif,Demokrat yang perolehan suaranya melebihi Golkar secara halus menceraikan Golkar,koalisi bubar.
Belum lama ini pun terjadi koalisi yang umurnya sangat singkat,PPP-PDI-Golkar sepakat membentuk “segitiga emas” membendung SBY.Setelah itu dengan bergabungnya partai-partai lain berubah menjadi “koalisi besar”.Nasib koalisi besar umurnya juga sangat singkat,partai-partai pengusung koalisi banyak yang lari ke kubu Demokrat.
Sikap bunglon para elit politik ini dari sekarang seharusnya diubah.Bagaimana akan membawa bangsa ke arah lebih baik lagi jika tidak ada konsistensi para elit politik?Koalisi yang terjalin hendaknya bukan hanya demi kepentingan perolehan kursi mentri semata. Besikap fleksibel terhadap perubahan boleh saja. Namun yang didahulukan adalah demi kepentingan yang lebih besar yaitu demi kepentingan bangsa dan negara.
Nama : Masenda M
no :153070145

Tidak ada komentar:

Posting Komentar