Sabtu, 23 Mei 2009

Feature News (Indepth News)

FENOMENA PAJEKSAN : Citra Pajeksan di Masa Sekarang

Pajeksan adalah sebuah nama jalan di sebelah barat Malioboro. Tentunya sudah tidak asing lagi bagi sebagian warga Yogyakarta. Sebuah nama jalan yang bisa dikatakan ramai karena banyaknya pedagang di sepanjang Jalan Pajeksan. Selain itu, terdapat pula sebuah Sekolah menengah (SLTP N 3 Yogyakarta) yang bertempat di Jalan Pajeksan.

Situasi semacam ini tentunya tidak mengherankan ketika jalan ini menjadi ramai. Banyak interaksi yang terjadi di sepanjang Jalan Pajeksan. Misalnya saja, ketika siang hari banyak interaksi antara pedagang dengan siswa-siswi SLTP; tidak kalah menariknya, tukang becak atau kusir andong yang mangkal di sepanjang jalan Pajeksan menunggu penumpang. Selain itu, banyak juga orang tua yang menjemput anaknya—yang sekolah di SLTP N 3 Yogyakarta—menunggu di jalan ini. “Setiap hari saya selalu ada di sini untuk menjemput anak saya, kecuali hari libur,” kata Heri (ayah salah satu siswa SLTP N 3)

Ketika malam hari tiba, jalan ini pun tidak lantas menjadi sepi. Interaksi yang terjadi semakin bertambah. Terutama dengan hadirnya minuman lapen (minuman yang mengandung alkohol) yang di jual di sepanjang jalan Pajeksan. “Para penikmatnya tidak hanya anak muda, namun orang tua pun hadir di sini untuk menikmati minuman ini,” ungkap Pakdhe (penjual lapen). Lebih lanjut diungkapkan bahwa tidak hanya itu, beberapa komunitas juga sering nongkrong dan membeli lapen di sini. Misalnya saja mahasiswa dari beberapa Universitas di Yogyakarta, anak-anak yang menyatakan dirinya sebagai anak Punk dan komunitas-komunitas lain yang ada di Yogyakarta.

Ironisnya pencitraan buruk terhadap nama Pajeksan muncul. Nama Pajeksan saat ini identik dengan hal-hal yang berkaitan dengan mabuk dan hal-hal yang terkesan negatif. Terlepas dari itu semua, kegiatan di pajeksan juga diwarnai oleh orang-orang yang mendorong gerobak dagangannya untuk pulang. “Setiap hari saya mendorong gerobak dari Malioboro menuju Pajeksan,” ungkap Joko (pendorong gerobak). Dengan ini, berarti citra buruk Pajeksan tidak sekedar hanya selentingan dari orang-orang yang tidak benar-benar tahu tentang Pajeksan.Selain itu,seperti yang dijelaskan oleh Pakdhe,”Kita disini hanya memberikan wadah untuk anak-anak berkreasi,sudah banyak yang telah menjadi “orang” yang berawal dari daerah ini.”Pakdhe juga menambahkan,”Kita juga turut berpartisipasi dalam berbagai acara yang diadakan di daerah Malioboro ini,seperti Malioboro bersih,Malioboro Festival dan berbagai macam acara lainnya.Karena disini kita mempunyai semacam struktur kepanitiaan yang rapi bekerja sama dengan warga daerah sekitar Kampung Pajeksan.”Tanggapan masyarakat Pajeksan-pun bisa dikatakan positif,Bapak Haryo yang setiap hari menghabiskan malamnya di Kawasan Pajeksan bersama teman-temannya mengatakan,”Citra negatif Pajeksan lama-lama luntur dikarenakan kegiatan-kegiatan yang ditelurkan oleh anak-anak disini,tidak selamanya disini digunakan untuk mabuk-mabukan,tapi kegiatan positif malah banyak lahir dari daerah ini.”

Itulah Citra Pajeksan di masa sekarang.Ternyata hal-hal yang positif bisa muncul dari daerah yang kecil ini,yang bisa menghapus kesan-kesan negatif yang banyak dikatakan oleh masyarakat Yogyakarta tentang daerah ini.Daerah Pajeksan yang tak kan pernah mati seiring dengan modernisasi yang sekarang semakin mematikan kekayaan-kekayaan daerah yang ada di Yogyakarta ini.


Pengumpulan materi & sumber 1 : Rengga Oktabiarto (153070211)
Pengumpulan materi & sumber 2 : Adhitya Pandu Murti (153070228)
Editing : Nastiti Puspitaningtyas (153070159)
Penulis : Rengga Okatbiarto (153070211)
Anggota : Masenda M (153070145)
Lasni roha (153070074)
Pratika Vanda Kumala (153070397)
Tugas : Penulisan Berita
Kelas : A


Senin, 18 Mei 2009

Opini : Antara Konspirasi dan Cinta Segitiga

Di saat masyarakat Indonesia sedang fokus pada persiapan Pemilu Presiden 2009,muncul isu hangat tertangkapnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),Antasari Azhar terkait pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen,Direktur PT Putra Rajawali Banjaran.


Terungakpnya kasus ini,tidak lepas dari peran Kejaksaan Agung yang langsung bertindak cepat menetapkan Antasari Azhar sebagai tersangka dalang pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.Sama-sama kita ketahui,Nasrudin Zulkarnaen dibunuh oleh penembak misterius di dalam mobilnya usai bermain golf.Investigasi yang dilakukan oleh kepolisian bersama Kejaksaan Agung belum lama ini menangkap Sigid Haryo Wibisono,seorang pengusaha dan pemilik Harian Merdeka yang diketahui sebagai otak pembunuhan Nasrudin,dari situlah nama Antasari Azhar,Ketua KPK yang notabene bersih dari berbagai macam permasalahan.Kenapa Antasari Azhar ?Apakah ada konspirasi politik ataukah benar cinta segitiga yang menjadi motif dalam kasus ini ?


Gonjang-ganjing inilah yang sedang terjadi di tengah masyarakat.Kejaksaan Agung yang mempunyai peran sentral dalam penetapan status tersangka Antasari Azhar menjadi sorotan dalam kasus ini.Otoritas Kejaksaan Agung yang “diobok-obok” KPK akhir-akhir ini seiring tertangkapnya Jaksa Muda Urip Tri Gunawan terkait kasus korupsi menimbulkan adanya konspirasi bertemakan balas dendam.Ini dapat dilihat dengan cara Kejagung yang terburu-buru menetapkan Antasari Azhar sebagai tersangka padahal belum mendapatkan fakta-fakta yang jelas.Muncul pula isu yang menyebutkan Antasari Azhar terlibat cinta segitiga bersama Rani Juliani,seorang caddy golf.Konspirasi dan isu-isu bertemakan balas dendam ini kini menjadi guyonan yang hangat dan pertanyaan besar muncul di masyarakat “Apakah keharmonisan antar lembaga pemerintahan telah retak ?”


Disini,solusi yang terpenting dalam kasus ini adalah pihak kepolisian dan Kejaksaan Agung harus transaparan dalam penyelesaian kasus ini.Tidak menutup-nutupi investigasi yang sedang berlangsung agar tidak menimbulkan omongan miring,baik di media pers maupun elektronik dan di tengah-tengah masyarakat.


Nama : Rengga Okatbiarto

No.Mahasiswa : 152070211

Kelas : A

Tugas : Penulisan Berita

Jumat, 15 Mei 2009

ADA APA DIBALIK KASUS PEMBUNUHAN NASRUDIN ZULKARNAEN??

Kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain, yang ditembak oleh dua orang pembunuh bayaran di Modern Land tangerang seusai Nasrudin bermain golf melibatkan Antasari Azhar yang menjabat sebagai ketua KPK (non aktif)

Berita ini sudah pasti membuat heboh semua kalangan. Berbagai duagaan menyelimuti kasus pembunuhan Nasrudin ini. Apkah pembunuhan ini disengaja karena adanya oknum yang ingin menjatuhkan ketua KPK Antasari Azhar yang notabene adalah sosok yang tidak pandang bulu mengungkap dan menangkap para koruptor dari yang kelas kakap sampai kelas teri. Atau apakah kasus ini benar-benar karena skandal percintaan segitiga antara Nasrudi Zulkarnaen, Rani Julianti, dan Antasari Azhar seperti kabar yang saat ini sudah berkembang luas.

Menilik kasus yang menyeret Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar sepertinya bukan hanya skandal cinta segitiga, melainkan sudah lama direncanakan pihak tertentu untuk merusak citra KPK.

Opini yang berkembang seputar kasus yang menimpa Antasari Azhar itu adalah skenario sekaligus umpan balik dari oknum yang tak menyukai gerakan pemberantasan korupsi yang dilancarkan Ketua KPK non aktif ini. Tujuan yang lebih besar dari skenario itu adalah menggoyang kredibilitas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berkomitmen mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Kasus yang menimpa Antasari tipis kemungkinannya karena cinta segitiga. Antasari juga sudah masuk perangkap karena sudah lama direncanakan pihak tertentu untuk merusak citra KPK yang dipimpinnya,yang bisa dibilang mengalami kesuksesan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Presiden SBY berhasil memberantas korupsi dan lembaga yang menanganinya adalah KPK. Untuk merusak citra SBY tersebut, dilakukan berbagai upaya, di antaranya menggunakan perempuan, seperti Rani Juliani (22), sebagai umpan.

Rani Juliani dapat dinilai hanyalah merupakan umpan, dan Antasari terperangkap dengan umpan tersebut sehingga kasus itu bukan karena skandal asmara, melainkan ada upaya perusakan citra, baik untuk SBY maupun KPK. Sasaran sebenarnya bukan merusak Antasari, melainkan KPK.

Rani adalah seorang caddy (pemungut bola) golf free lance di Lapangan Golf Modern Land, Tangerang, yang namanya dikaitkan dengan kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen (41). Bisa jadi Rani yang berkuliah di STMIK Raharja di Cikokol, Kota Tangerang adalah saksi kunci dalam kasus pembunuhan Nasrudin.

Kasus ini tidak jauh ada hubungannya dengan situasi politik menjelang pemilu presiden pada 8 Juli 2009. Jikalau Antasari ditangkap, citra yang selama ini dibangun SBY dalam memberantas korupsi semakin jelek. Begitu juga kalau Antasari dibebaskan, lembaga yang dipimpinnya, yaitu KPK, akan berimbas menjadi jelek. Artinya, seluruh masyarakat, termasuk dunia, sudah menyoroti kasus ini. Ini jelas-jelas ada yang bermain didalamnya.

Ada skenario besar di balik kasus pembunuhan Nasrudin dan ada pihak lain yang ingin mengarahkan agar Antasari menjadi tersangka. Pemberitaan tentang Antasari menyangkut kasus pembunuhan Nasrudin sangat berlebihan sehingga terkadang mendahului penyidik dan ada pula yang menyebutkan Antasari sudah menjadi tersangka. Tidak tertutup kemungkinan dalam kasus ini Antasari diarahkan sebagai tersangka karena ia sering mengungkap kasus korupsi dengan skala besar. Namun, pihak penyidik Polda Metro Jaya memanggil Antasari sebagai saksi.

Antasari membantah semua opini yang terkait dengan kasus yang menimpanya. Dan atas tuduhan yang dikenakan terhadap dirinya. Ia juga menegaskan, masih berstatus sebagai saksi dalam surat pemanggilan dari Polda Metro Jaya. Orang nomor satu di KPK ini menyatakan didukung penuh oleh keluarga, terutama istrinya yang ikut memberi kekuatan menghadapi situasi ini. Antasari juga menyatakan siap diperiksa oleh pihak Polda Metro Jaya dan akan didampingi 10 pengacara yang tak lain teman-temannya sendiri.

Nama : Nastiti Puspitaningtyas
Nim : 153070159
Kelas : A
Tugas : Penulisan opini

Selasa, 05 Mei 2009

Koalisi Demi Kepentingan Rakyat

Isu koalisi ramai dibicarakan menjelang pemilu presiden 8 Juli mendatang. Para pemimpin partai politik menjalin komunikasi politik untuk membentuk koalisi.
Meski pimpinan parpol mencoba meyakinkan masyarakat bahwa koalisi dibangun untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, namun lebih tepatnya koalisi dirancang untuk meraih kekuasaan. Untuk memenuhi syarat minimal pencalonan presiden dan wakil presiden itulah koalisi dibangun.
Pascapemilu legislatif dan pecahnya koalisi Partai Demokrat-Partai Golkar, tercipta tiga kelompok. Mereka adalah kelompok pemenang pemilu Partai Demokrat, kelompok PDI Perjuangan, dan kelompok Partai Golkar. Ketiga kelompok tersebut berkomunikasi dengan partai lain guna membangun apa yang mereka sebut sebagai koalisi.
Dari pemberitaan media tampak bahwa ternyata memang tidak mudah untuk menemukan sosok calon wakil presiden. Semua pemimpin parpol ingin menjadi calon presiden dengan dalih itu adalah amanat partai, tanpa mempertimbangkan suara rakyat dalam pemilu legislatif.
Partai Demokrat mengusung Susilo Bambang Yudhoyono, PDI-P mengusung Megawati Soekarnoputri, Golkar mengangkat Jusuf Kalla, Gerindra mencalonkan Prabowo Subianto, dan Partai Hanura menjagokan Wiranto. Dari semua calon itu belum ada yang secara resmi menunjuk siapa calon wapres mereka.
Koalisi untuk kekuasaan itu juga tampak dari pernyataan sejumlah elite politik yang plin-plan dan terkesan hanya mementingkan pada kekuasaan. Sejarah lima tahun lalu mengajarkan kepada kita bahwa Koalisi Pragmatis, Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan yang tercipta pada Pemilu 2004 ternyata rapuh dan akhirnya berantakan.
Melihat pengalaman sejarah itu, apakah kini bukan saatnya bagi kita membangun koalisi berdasarkan kesamaan visi dan bukan semata-mata kesamaan kepentingan atau perasaan. Dan, koalisi itu harus didekasikan untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat.

Nama : Nastiti Puspitaningtyas

NIM : 153070159

Kelas : A

Tugas : Penulisan Berita ( Tajuk Rencana )

Partai Golkar Mempertaruhkan Martabat

Dinamika politik berkembang cepat. Menjelang Rapimnas Khusus Partai Golkar yang digelar hari ini di Jakarta, Dewan Pengurus Pusat kemarin mengambil sikap untuk menghentikan proses koalisi dengan Partai Demokrat dan memberi wewenang kepada ketua umum untuk membuka koalisi dengan partai-partai lain. Yang terjadi di tubuh partai pemenang Pemilu 2004 itu bukanlah konflik atau friksi melainkan lebih kepada kegamangan untuk mengambil langkah setelah perolehan suaranya dalam Pemilu Legislatif 9 April lalu merosot tajam. Menggalang koalisi dengan Partai Demokrat sebagai pemenang lebih diinginkan tetapi rupanya belum berhasil.

Kunci masalahnya ada pada ketidaksepakatan figur calon wakil presiden. Partai Demokrat dan SBY meminta agar Partai Golkar menyodorkan beberapa nama untuk dipilih sebagai cawapres. Sementara elite Partai Golkar berusaha mengegolkan lagi duet SBY-Kalla untuk pilpres bulan Juli mendatang. Bagaimana pun rapimnas khusus hari ini yang akan mengambil keputusan. Bisa jadi partai itu akan benar-benar meninggalkan Demokrat ataukah masih ada opsi lain yang bisa menggiring kembali ke arah koalisi. Alternatif lain adalah bergabung dengan PDI-P dengan risiko juga gagal atau membangun poros baru yang akan mengusung Jusuf Kalla sebagai capres.

Sesungguhnya yang sedang dipertaruhkan sekarang adalah martabatnya sebagai sebuah partai besar yang relatif paling tua dan berpengalaman. Kecepatan bermanuver setelah mengetahui hasil pemilu legislatif merupakan langkah penting. Hanya saja kalau tidak berhati-hati justru akan membuat partai ini terpuruk dan terjebak hanya sebagai pemburu kekuasaan saja, untuk tidak mengatakan ”meminta-minta” agar tak tertinggal dari gerbong pemerintahan. Kebetulan sejak lahir hingga sekarang partai itu memang tak memiliki tradisi oposan. Pada Pilpres 2004 partai itu kalah tetapi kemudian Wapres Jusuf Kalla terpilih menjadi ketua umum.
Situasi dilematis partai kali ini membuat segala sesuatunya tidak mudah. Di satu sisi ada desakan kuat agar partai tersebut konsisten dengan pencalonan Jusuf Kalla sebagai capres seperti yang sudah dicanangkan sebelum pemilu legislatif. Apa pun risikonya termasuk kemungkinan kalah harus dihadapi secara berani dan bermartabat. Namun di sisi lain realitas politik terkait dengan perolehan suara pemilu legislatif dan relatif kecilnya elektabilitas Jusuf Kalla sebagai capres, dilihat dari berbagai hasil survei, memaksa sebagian elite untuk bersikap realistis sehingga segera mendekat ke Demokrat untuk bisa dipasangkan lagi dengan SBY.

Sayang hal itu tidaklah semulus yang dibayangkan. Kecuali perubahan sikap Partai Demokrat terkait dengan posisi wakil presiden, gejolak internal di partai berlambang beringin yang meminta ketua umumnya mempertanggungjawabkan kekalahan Golkar juga cukup kuat. Artinya partai tidak bulat mendukung Kalla maju sebagai capres maupun cawapres. Inilah yang rupanya mendorong DPP Partai Golkar untuk segera mengambil sikap agar ketika menghadapi rapimnas khusus hari ini sudah mempunyai bekal yang lebih pasti. Apa pun bentuknya, sikap tegas dan keputusan harus diambil dengan lebih mengedepankan harga diri dan martabat partai.

Banyak pengamat menyarankan agar partai itu tak terjebak pada kepentingan jangka pendek atau pragmatisme politik untuk tetap berada di kekuasaan. Memikirkan pengembangan partai dalam lima tahun ke depan agar bisa kembali meraih kemenangan atau setidaknya meningkatkan dukungan rakyat jauh lebih strategis. Memang tidak sedikit yang meragukan apakah mereka siap berada di luar pemerintahan baik sebagai kekuatan oposisi atau bersikap netral di parlemen. Semua itu tentu harus menjadi pemikiran secara internal. Yang utama kepentingan partai dan yang lebih memberi prospek baik ke depan mesti lebih diutamakan.


Nama : Adhitya Pandu Murti

NIM : 153070228

Kelas : A

Tugas : Penulisan Berita ( Tajuk Rencana )

Senin, 04 Mei 2009

Tajuk Rencana : Koalisi Permanen

Pemilu Legislatif sudah melewati tahap pencontrengan, sekarang tinggal tahap penghitungan suara. Hasil Quick Count (hitung cepat) pun sudah banyak diketahui oleh rakyat Indonesia. Sehingga berdasarkan hasil ini sudah dapat diperkirakan 9 parpol yang diperkirakan akan eksis di DPR. Namun, harus dipahami bahwa hasil perhitungan (manual) KPU-lah yang nanti akan digunakan secara resmi, formal dan legal untuk menentukan parpol pemenang Pemilu Legislatif dan sekaligus jatah atau distribusi jumlah kursi DPR yang diperoleh masing-masing Parpol.
Sementara itu, saat ini para petinggi Parpol, terutama yang mempunyai kemungkinan eksis di DPR periode 2009-2014 mulai berhitung, mulai berkomunikasi, mulai ancang-ancang melakukan tahapan Pemilu berikutnya, yaitu Pemilihan Umum Presiden RI. Pendekatan sana-sini mulai diutak-atik. Kata yang populer untuk hal ini adalah: KOALISI.

Koalisi yang dilakukan Parpol pada periode 2004-2009 itu. Tampaknya sungguh aneh. Ada parpol yang masuk dalam suatu koalisi namun tidak segan-segan menyodok parpol lain (entah di parlemen, ataupun di pemerintahan) yang sebenarnya masih dalam satu naungan koalisinya. Ada lagi dua parpol yang secara nasional berseberangan, satu memposisikan sebagai parpol oposisi dan satunya parpol pemerintah yang sedang berkuasa, namun di beberapa Pemilu (Pilkada) Gubernur/Walikota/Bupati mereka bekerja sama bahu-membahu memenangkan pasangan calon pimpinan daerah tertentu

Mestinya yang kita harapkan adanya KOALISI PERMANEN diantara parpol-parpol itu. Bagaimana itu koalisi permanen? Seharusnya jika ada beberapa parpol yang sudah berani memutuskan untuk mengikatkan diri dalam suatu koalisi,dalam periode kepemerintahan 5 tahun (misalkan 2009-2014 sebagai Koalisi parpol-parpol yang berkuasa di pemerintahan) suka ataupun tidak suka semua parpol yang masuk koalisis ini harus satu suara dengan kebijakan pemerintah, apapun kondisinya, pahit getirnya,enak tidaknya,untung ruginya,harus konsisten selama 5 tahun (koalisi) pemerintahan, jangan ada yang mangkir, jangan ada yang jahat menusuk dari belakang demi cari muka ataupun cari simpati rakyat.

Begitu pula dalam kurun waktu 5 tahun koalisi itu harus konsisten saling dukung dalam Pemilu (Pilkada) Gubernur/Walikota/Bupati, seharusnya itu yang harus dilakukan, jangan koalisi sana koalisi sini,ujung-ujungnya tidak jelas. Artinya apa? Koalisi yang dibangun di tingkat nasional harus secara otomatis dan konsisten dijalankan juga di tingkat daerah. Ini namanya Koalisi permanen.
Begitupun juga yang berlaku untuk parpol-parpol yang ingin koalisi dalam konteks oposisi, harus terus menjaga ikatan oposisinya secara permanen dan terstruktur dari pusat (nasional) sampai bawah (daerah).

Jadi,pada intinya,bangunlah koalisi permanen untuk Pemilu Presiden 2009, dengan sebenar-benarnya koalisi. Agar demokrasi di Indonesia berjalan dan berlangsung dengan indah.

Nama :Rengga Oktabiarto
No.Mahasiswa :153070211
Kelas :A
Tugas :Penulisan Berita