Minggu, 15 Maret 2009

JK Capres Tunggal Partai Golkar

YOGYAKARTA -- Calon presiden dari Partai Golkar akhirnya terjawab sudah. Pertemuan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla dengan ketua DPD I Partai Golkar se-Indonesia di Yogyakarta, Sabtu 14 Maret, menutup peluang tokoh lain yang ingin menjadi capres lewat partai pemenang pemilu 2004 itu.
JK kemarin ke Yogyakarta untuk menjadi keynote speaker Forum Rembug Nasional Ikatan Alumni Pascasarjana seluruh Indonesia di Hotel Sheraton Mustika. Usai menghadiri acara tersebut, JK menggelar pertemuan dengan pimpinan DPD I se-Indonesia di Hotel Century Saphir.
Pertemuan yang berlangsung selama dua jam itu menghasilkan kesepakatan antar Ketua DPD I Partai Golkar. Mereka menyebutnya dengan Kesepakatan Yogyakarta. Tercatat ada 28 ketua DPD I yang menandatangani surat kesepakatan tersebut.
Termasuk DPD I Partai Golkar Yogyakarta dan Sulsel. Yang tidak menandatangani karena tidak hadir adalah DPD Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo.
Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Barat Uu Rukmana yang ditunjuk sebagai juru bicara forum tersebut membacakan kesepakatan Yogyakarta tersebut. Isinya ketua-ketua DPD I Partai Golkar se-Indonesia sepakat untuk membawa Golkar memenangkan secara mutlak pemilu 2009.
Kedua, pimpinan daerah Partai Golkar se-Indonesia sepakat pada Pilpres 2009, hanya mengusung calon presiden. "Hanya capres, Tidak ada cawapres dalam kamus golkar," kata Uu Rukmana. "Kami juga sepakat mencalonkan HM. Jusuf Kalla sebagai cawapres," sambungnya.
Ketua DPD Partai Golkar Lampung M Alzier Dianis Thabranie menambahkan kesepakatan tersebut merupakan penegasan dari pernyataan lisan di dalam rapat konsultasi pimpinan Golkar di Jakarta sebelumnya. "Kalau dulu lisan, ini dalam bentuk tertulis dan disertai tanda tangan semua ketua DPD tingkat I," katanya.
Dengan kesepakatan tersebut, maka dapat dipastikan JK akan menjadi capres tunggal Partai Golkar. Secara resmi keputusan Jusuf Kalla sebagai capres memang baru diputuskan dalam rapat pimpinan nasional khusus (Rapimnasus) setelah pemilu legislatif nanti.
Namun Rapimnasus dapat dipastikan hanya akan menjadi forum formalitas saja untuk mengesahkan JK sebagai capres. Kepastian ini disampaikan langsung Jusuf Kalla sesaat sebelum meninggalkan Yogyakarta.
Menurut JK, hasil penjaringan yang dilakukan oleh DPD I se-Indonesia menunjukkan mayoritas memilih dirinya sebagai calon presiden. DPD I memang telah melakukan penjaringan ke tingkat DPD II untuk menentukan usulan capres.
"Malah banyak DPD yang hanya satu calonnya (Jusuf Kalla). Hasil penjaringan ini nanti akan diputuskan oleh DPD I juga. Ya sama saja nanti hasilnya," kata JK di Lanud Pangkalan TNI AU Adi Sucipto Yogyakarta kepada wartawan kemarin.
Menurut JK, dari 33 DPD tingkat I, mayoritas mengusulkan namanya sebagai capres. Dari jumlah tersebut 15 DPD di antaranya hanya mengusulkan satu nama yakni Jusuf Kalla. "Tetap prosedur dijalankan walaupun lebih banyak penegasan.
Formalnya tetap di rapimnas khusus, tapi karena semuanya secara tertulis sudah masuk, mayoritas memilih ketua umum dan banyak daerah hanya mengusulkan satu nama, akan lebih mudah menegaskan lagi," kata JK.
Menurut JK, bukan hal aneh kalau ketua umum partai diusulkan menjadi calon presiden. Hampir semua partai besar di dunia, kata JK, mengusulkan ketua umumnya menjadi capres. "Jadi ini bukan hal yang luar biasa," katanya. Apakah sudah membentuk tim sukses? "Belum lah, kita pemilu legislatif dulu," katanya.
Kepastian JK sebagai capres tunggal itu tentu menghilangkan peluang tokoh lain seperti Sri Sultan Hamengku Buwono X atau Akbar Tandjung. Sri Sultan HB X kemarin memilih tidak berada di Yogyakarta saat JK menggelar pertemuan dengan DPD tingkat I di Yogyakarta.
Sultan HB X yang sehari sebelumnya melakukan kunjungan ke beberapa kota di Sumatera, memilih berada di Jakarta. Sehingga kesepakatan Yogyakarta seolah-oleh menikam Sultan di rumahnya sendiri.
Bagaimana tanggapan kubu Sri Sultan mengenai kesepakatan Yogjakarta tersebut? Anggota Tim Pelangi Perubahan (TPP) Franky Sahilatua mengaku sudah berbincang dengan Sri Sultan mengenai kabar tersebut. Menurut Franky, Sultan menilai kesepakatan tersebut menyalahi mekanisme organisasi. Seharusnya segala keputusan tidak dikeluarkan selain di rapimnas.
"Kata Sultan, mestinya itu kan harus melalui mekanisme penjaringan terlebih dahulu. Sebab, amanat rapimnas mengatakan bahwa pencapresan harus melalui penjaringan," katanya. "Baru disahkan di Rapimnas," sambungnya.
Kalau sudah begitu, kata Franky, Partai Golkar hanya akan mencitrakan diri sebagai partai pengurus, bukan partai rakyat. Sebab, semua keputusan diambil dari pengurus tanpa mempertimbangkan aspirasi rakyat. "Sudah jelas, dari berbagai survei, Sultan diinginkan rakyat menjadi capres," katanya.
Ini berarti, imbuh Franky, Partai Golkar tak berubah dari partai Orde Baru. "Dulu Golkar itu memang partai pengurus. Kalau memang mau ada perubahan, mestinya berpihak pada rakyat," tegasnya.
Sultan, menurut Franky, sebenarnya berharap banyak pada Partai Golkar. Karena itu, Sultan menunggu momen penjaringan hingga rapimnas pasca pemilu legislatif untuk mencalonkan diri secara resmi dari Partai Golkar.
Meskipun begitu, kata Franky, Sultan takkan patah arang. Elektabilitas Sultan yang terus naik, kata dia, akan membuat Sultan lebih mudah untuk mencalonkan diri dari partai lain. "Pendukung Sultan banyak kok. Tidak sulit bagi Sultan," katanya.
Lantas, apakah Sultan tersinggug karena kesepakatan digelar di Yogya, di daerah kekuasaan Sultan? Menurut Franky, Sultan sama sekali tidak tersinggung. "Yogya bebas untuk semua orang," tegas pelantun tembang Perahu Retak itu.


ADHITYA PANDU MURTI
153070228.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar